WAJAHMU

Gambar
Wajahmu adalah kota di mana kau tinggal dan di sana hatiku tanggal Wajahmu adalah hujan yang jatuh pada wuwungan rumah yang membuat marah berubah menjadi ramah Wajahmu adalah laut yang membentang ke samudera menenangkan perasaan yang amat kalang-kabut dan kalut Wajahmu adalah gunung yang menjulang tinggi dihuni orang-orang merenung dan termenung Wajahmu adalah bumi yang terhampar luas demi menjamin kehidupan petani dari padi sampai jerami Wajahmu adalah air yang mengalir ke sudut-sudut kota dan desa serta para penduduknya bercengkrama secara mencair Dan wajahmu adalah namamu yang terngingang di daun telinga, rupamu yang menampakan diri di depan mata, keselamatanmu yang terucap pada bibir, dan bau tubuhmu yang tercium di kedua lubang hidungku. #ceritanyasajak Pict By: Google

SOLO TOURING BANDUNG-SEMARANG-REMBANG-SURAKARTA-YOGYAKARTA-BANDUNG



#Part II


Tiba di Semarang pukul 14.39,  ada perasaan haru setelah menjumpai Kota Semarang, karena ini adalah pengalaman pertama untuk perjalanan jauh. Dan juga, pada saat itu, saya bergumam dalam hati,

"Ini Semarang. Ibu Kota Jawa Tengah. Saya hanya seorang diri untuk datang kesini, gak pernah ngebayangin bisa berkunjung dengan sepeda motor ke tempat sejauh 349 KM sebelumnya,"


Tapi saya diingatkan lagi, bahwa untungnya punya teman yang sudah tinggal di Semarang, ia kuliah di sana. Langsung menghubungi lagi, bahwa saya sudah sampai di Semarang dan minta untuk ditemani mengisi perut. Syukurnya lagi, teman langsung mengiyakan ajakan dan saya pun langsung meluncur ke depan kampus II UIN Walisongo untuk bertemu denggannya di sana.



Depan kampus II UIN Walisongo Semarang

Setelah konfirmasi sudah di lokasi, dan Iif (teman saya itu) pun langsung menuju lokasi juga. Kami bertemu dan Iif seolah tak percaya,

"Beneran, tho, De. Kamu kesini. Kirain boongan,"

Saya hanya membalasnya dengan cengengesan saja. Ternyata, perut sudah ingin diisi lagi karena mungkin sudah kelelahan juga. Langsung saja bilang ke Iif,

"Yuk, If, makan masakan yang gak ada di Karawang atau Jawa Barat."

"Apa, ya, De?" Iif kebingungan.

"Yaudah kalau bingung mah, ke tempat langganan Iif aja. Yang penting mah bisa ngisi perut," tembal saya.

Tak perlu menunggu lama, sambil disambut dengan hujan, --walau hujannya gak terlalu deras-- kami langsung meluncur ke tempat makan langganan Iif. Ternyata jauh juga akses menuju kesana.

Bertemu dengan Iif, lumayan juga bisa ngehibur diri dan ada teman ngobrol, karena selama perjalanan (10,5 Jam) hampir tidak berkomunikasi dengan siapa-siapa. Disana saya direkomendasikan sama Iif, untuk pesan Nasi + Jamur Goreng yang katanya bikin nagih. Dan ternyata benar, masakannya bikin nagih sampe sekarang.

Nasi jamur goreng

Pesan dua porsi untuk sendiri berdua, lumayan bisa mengganjal perut dan menambah energi setelah terakhir diisi di Tegal. Harga satu porsinya, sebesar Rp. 12.000,- beserta teh tawar anget.

Hujan semakin deras dan kami tertahan di tempat makan, dari situ, makin pesimis untuk melanjutkan perjalan ke Rembang dan akhirnya memutuskan untuk bermalam di Semarang. Minta bantuanlah ke Iif, siapa tahu Iif punya rekomendasi tempat penginapan. Dan syukurnya, Iif pun punya rekomendasi tempat tinggal di dekat Stasiun Poncol Semarang.

Setelah hujan agak reda, sekitar jam 17.00 kami langsung caw menuju tempat penginapan. Perjalanan dari Ngaliyan (daerah sekitar kampus UIN) sampe ke stasiun poncol sekitar setengah jam. Tapi diajak dulu keliling pusat kota Semarang; Gedung bersejarah Lawang Sewu sampe Simpang Lima Semarang. *tidak sempat mengabadikan moment, karena kondisi jalan sedang ramai-ramainya dan hari pun telah bersiap gelap. :'

Di dekat mau sampai ke lokasi, hujan kembali turun lumayan deras, Saya yang kondisi tidak membawa jas hujan dua, akhirnya kami sedikit memaksakan untuk melanjutkan. Namun tepat di depan Stasiun Poncol, hujan semakin menggila dan kami pun menyerah untuk melanjutkan.

Kondisi jalan depan Stasiun Poncol, menepi di tempat halte bus Trans Semarang.

Ini ialah Iif, teman saya itu yang baik hati nan bersahaja.

Sampai di lokasi penginapan 'Sleep n Sleep' sekitar jam 18.30, penginapan ini berjenis kapsul yang hanya untuk satu orang. Bagusnya, penginapan jenis kapsul terbilang bersahabat, karena hanya dibanderol Lima Puluh Ribu saja. Jadi bisa menghemat ongkos. Eurukeee...

Setelah selesai Check In, Iif ijin pamit untuk pulang, padahal pada saat itu, kondisi hujan belum cukup reda.

Ia menyempatkan untuk ngajak 'tos' dulu sebelum beranjak, sebagai tanda, Iif melepas saya di Semarang. HEHE ~

Selepas bersih-bersih badan dan menghamba kepada yang mempunyai alam semesta. Saya tak pikir lama, untuk langsung memejamkan mata untuk rehat dari perjalanan hari itu.

Tangan terlepas dari smartphone, dan tak lupa memasang alarm jam 02.00 pagi, itu sekitar pukul 20.00 WIB.

Dan syukurnya, bukannya melebih dari perkiraan pasang alarm. Saya terbangun malah sekitar jam 00.15. Mungkin karena tempat asing, dan sudah diniatkan bangun lebih pagi. Jadi bisa untuķ bangun di jam segitu.

Tak lupa juga, melestarikan budaya anak muda sekarang, yakni bangun pagi harus ngecheck hape dulu, ya, paling minimal 5 menit atau maximal tidak ada batas waktu yang menentukan.

Beranjak dari kasur untuk bergegas ke kamar mandi sekitar jam 02.00 WIB. Anehnya, mandi pagi di Semarang, itu gak dingin. Tapi setelah ditelusuri lebih jauh, ternyata, penginapannya memfasilitasi juga air hangat bahkan panas.

Setelah mandi, mulai packing kembali dan menggunakan pakaian dinas lagi untuk perjalanan jauh, dan mulai siap bergegas check out sekitar pukul 03.14 WIB. Dan benar-benar meninggalkan penginapan sekitar pukul setengah 4 dini hari.

Setelah melewati Semarang, berarti rute kedua sudah terselesaikan. Itu tandanya, melanjutkan untuk rute ketiga. Dan untuk rute ketiga ini, Semarang-Demak-Kudus-Pati-Rembang.

Kembali ke jalan pantura dengan bantuan GMaps, dan tiba di Demak pada jam tiga lebih 53 menit.


Demak yang dikenal Kota Wali, memang menyimpan suasana religi disana. Konon katanya, Demak ini sering diburu oleh para penziarah dari pelosok nusantara khususnya yang ada di Pulau Jawa, sebagai wujud terimakasih kepada Para Wali --bukan fans Apoy dkk-- karena telah bersimbah darah untuk menyebarkan ajaran agama Islam sejak dulu kala.

Dan saya pun, sempat melintasi Masjid Agung Demak yang amat bersejarah itu. Senang sekali rasanya bisa menapakkan ban motor dan kaki di bumi wali ini.

Tak jauh dari Masjid Agung Demak, Kudus sudah melambaikan tangn seolah menunggu. Sampai di Kudus pukul 05.35 WIB.

Entah kenapa, Kudus memberikan kenyaman yang berarti ketika melintas di sana. Ada panggilan ketenangan hati ketika berada di Kudus ini. Sempat berhenti di tengah kota Kudus sekadar menikmati dulu udara pagi yang sejuk di kota ini. Namun tak lama, saya pun melanjutkan kembali perjalanan.

Sekitar 30 menit perjalanan, sudah berada di daerah Pati. Pati yang nampak masih sepi penduduk, sampai-sampai tidak ada pedagang yang menjajakan dagangannya. Tak seperti di daerah Jawa Barat, yang pasti kalau menjelang pagi, orang2 sudah ramai antara si penjual dan pembeli sarapan.

Ini adalah monumen kebanggan Pati, yang sepertinya nama Pati diambil dari nama ikan Mujaer, bukan dong, ya Ikan Pati dong.

Jalanan selanjutnya tak selalu lurus, kadang dibingungkan karena harus belok-belok mengikuti penunjuk jalan. Jalan Pati-Rembang, persis seperti nilai matematika saya. Agak kurang bagus. Karena mungkin daerah dekat laut, dan suasananya pun sangat khas sekali dengan suasana laut. Namun itu hanya sebagian, selebihnya sudah membaik lagi.

Dan yang ditungu-tunggu pun, tiba. Gapura selamat datang Kabupaten Rembang, benar-benar menyambut saya waktu itu. Tujuan utama dari Bandung pun akhirnya terwujud, yakni: sampai di Rembang.


Bangkit, semboyan daerah Rembang pun seolah memotivasi orang-orang yang berkunjung untuk tetap bangkit berkiprah di mana pun seorang itu berada.

Gerbang awal Rembang sudah dimasuki, lanjut untuk mencari alamat Mbah Yai Gusmus yang menjadi tujuan utama saya berkendera selama kurang lebih satu hari satu malam ini. Kembali menggunakan alat bantu GMaps, saya memasang smartphone di spidometer untuk memudahkan menuju ke kediaman Mbah Yai Gusmus, di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin.

Sampai di kediaman Mbah Yai GusMus, sekitar pukul 07.50 WIB, suasana sekitar taman pencari ilmu mulai ramai oleh masyarakat. Tidak tahu sama sekali mengenai ada kegiatan apa di Taman Para Pencari Ilmu ini. Bergegas mencari mushola untuk bersih-bersih dan salin pakaian ke pakaian yang pantas, ruh dan tubuh serta jiwa dan raga disiapkan untuk bertemu dengan seorang 'alim, penyair, dan sekaligus tokoh nasional ini. Namun saya dikagetkan, bahwa pada saat itu, Hari Jumat (18/01/19), akan dilaksanakan pengajian rutinan setiap hari jumat yang diisi langsung oleh Mbah Yai Gusmus. Automatis, semua pengurus dan santri sedang sibuk mempersiapkan segala macam persiapan. Saya pun, tidak bisa langsung untuk menemui Mbah Yai Gusmus. Melainkan saya harus ikut serta terlebih dahulu sebagai mustami' di pengajian tersebut.

Sontak langsung menghilangkan segala macam keraguan dan rasa sungkan kepada para jamaah yang lainnya. Saya langsung membaur dengan para masyarakat yang sepertinya mereka tidak tahu, bahwa saya adalah orang asing di sana. Saya nyatakan dan memperkenalkan diri kepada sebagian jamaah di sana. Syukurnya, para jamaah menerima dengan hangat dan menjadi teman bincang saya, sebelum Mbah Yai tiba di tempat.

Sekitar 10 menit, Bapak di samping memberi tahu,

"Alhamdulillah, Dek, Mbah Yai ada. Itu sana, salim dulu ke Mbah Yai."

Saya pun, tak ambil lama, ikut bersama jamaah yang lain, untuk mencium tangan sebagai bentuk rasa takdzim saya kepada beliau.

Pengajian berlangsung sekitar kurang lebih 1 jam, Mbah Yai dan jamaah sama-sama mengakhiri pengajian hari itu, sambil berbondong-bondong untuk pulang ke rumahnya masing-masing. Saya berpamitan kepada para jamaah yang telah menemani dan mereka pun, tak lupa untuk mendoakan.

Mempersiapkan mental kembali, untuk waktu yang benar-benar saya akan bertemu dengan KH. Ahmad Mustofa Bishri, diarahkan oleh Kang Ali untuk masuk di tempat tamu, sambil menunggu Mbah Yai berganti baju, kami yang memiliki maksud bertamu kepada beliau saling duduk takdzim menunggu beliau tiba di hadapan kami semua.

Setelah beliau tiba, perasaan terasa haru kembali. Melihat wajah seoarang ahli ibadah dan seorang 'alim memang sangat menyejukkan. Terlebih beliau, sempat memberikan pesan-pesan yang amat sangat menyejukkan terkait persoalan Pilpres.

Para tamu bergilir menghadap Mbah Yai GusMus, dan tibalah giliran saya untuk menyampaikan maksud dan tujuan. Saya mengusahakan suatu yang ingin saya sampaikan tidak berbelit-belit namun kumplit. Sesuai, tidak kurang-tidak lebih.

Nampaknya, beliau pun sangat merespon pesan yang sampaikan namun keputusan tetap harus dimanage oleh Kang Ali, santrinya yang juga menjadi sebagai pencatat jadwal Mbah Yai.


Setelah memohon berswafoto bersama, saya bertemu dengan Kang Ali untuk menyesuaikan waktu dengan jadwal yang sudah tertera di buku jadwal Mbah Yai. Dan hasilnya, Mbah Yai sangat padat di bulan Februari sampai September. Alhasil, saya yang mempunyai hajat untuk mengundang beliau di antara bulan Maret dan April harus pupus. Namun tak apa, bertemu bertatap wajah dengan Mbah Yai adalah anugerah bagi semasa hidup saya alam semesta ini.


Bersambung.......



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

WAJAHMU

GUSMUS, GUS JAKFAR, DAN KIYAYI TAWAKKAL