Dalam situs Mojok.co, ada salah satu artikel yang —bagi saya— sangat menggelitik. Entah siapa 'writer' yang menuliskannya, pengamatan ia telah berhasil membuat para pengunjung Mojok terplongo, karena keabsahan opini yang disajikannya.
Ia menuliskan tentang, "Laki-laki kalau masih 'goblok' jangan dulu mau memiliki Istri". Dari judul tertera, ada sebuah pertanyaan besar yang mungkin tersimpan juga dibenak pembaca yang lain, selain saya. Atau bahkan, teman-teman sekarang pun, ikut bertanya, "kenapa bisa seperti itu?"
Jadi begini, menurut writer Mojok tsb, laki-laki yang sudah beristri, sangat menjadi patokan bagi keluarga yang dinahkodainya. Andaikan si suami masih gemar melakukan kebodohan maka yang jadi bahan olok-olokan bukan dirinya saja, tapi anak-istrinya pun, ikut jadi bahan ejekan. Begitu juga sebaliknya, andai kata si suami memiliki kiprah yang baik, maka keluarganya pun akan ikut —disebut— baik pula.
Contoh saja, seperti kasus korupsi-korupsi pejabat. Pasti yang dipandang buruk bukan 'papa'-nya saja, tapi juga mama dan anak-anaknya kebawa terpandang buruk juga. Ya, minimal, disebut istri koruptor atau anak koruptor, lah.
Tapi kalau perempuan yang berbuat kesalahan atau tindak kriminal, sangat sukar si suaminya ikut terbawa dipandang jelek oleh masyarakat, lihat saja; seperti, siapa yang tahu, suamianya dari Bu Atut (kasus korupsi gubernur Banten), suaminya dari Cut Tari (kasus video porno 7 tahun silam). Begitu pun, sebaliknya, jika perempuan meraih prestasi, nama suaminya pun, akan sulit untuk ikut terangkat. Contoh kasus; seperti, siapa yang tahu suaminya Ibu Risma (Wali Kota Surabaya), hampir tidak ada yang tahu.
Begitulah, keadannya, laki-laki memang pantas diperlakukan demikian, karena memang ia adalah 'barometer' bagi keluarganya, sementara perempuan hanya bertanggung jawab bagi dirinya, dan mungkin juga bagi anak-anaknya. Sudah!
Karena itu, yang boleh 'ngebet' nikah hanya perempuan. Laki-laki jangan! Tunggu matang dulu, baru boleh nikah.
*Picture by: Google
Komentar
Posting Komentar